diri saya.......

ani.septiani D3 MI 09

Indahnya dunia ini

Minggu, 02 Mei 2010

Saudariku peniti karir, mari berfikir

“Nah ini baru suami yang bertanggung jawab, kalau bukan karena ekonomi kita mah mending di rumah pak, ngurus anak!” begitulah celetukan anak buah saya yang di ikuti kata “betul pak…iya pak!” oleh banyak kawan2nya yang hadir di saat itu. Session perkenalan saya sebagai atasan baru yang akan bertanggung jawab thd pekerjaan mereka.

Lalu teringat akan beberapa kawan perempuan saya yang juga sudah mempunyai kedudukan yang cukup bagus pada level management di berbagai perusahaan dan mereka sulit melepaskan diri dari “habitat” diluar rumah mereka sebagai wanita karir untuk fokus menjadi ibu rumah tangga, entah karena takut kehilangan mata pencaharian, status sosial atau social networking yang selama ini mereka jalin.

Pada tingkatan level apapun, wanita pekerja di luar rumah tentulah memiliki keluhan yang sama yaitu lelah mengurusi 2 kewajiban sekaligus; kewajiban dunia kerja dan kewajiban seorang istri/ibu dalam keluarga. Karena sejatinya memang kodrat seorang wanita adalah menjadi pemimpin bagi rumah tangga suaminya, guru dalam rumah tangga bagi anak-anaknya untuk mencetak generasi-generasi yang sholeh/hah dan berguna bagi bangsa dan agama.

Sementara kodrat dan tugas seorang ayah adalah mencari nafkah bagi keluarga dan menjadi imam (pemimpin) bagi keseluruhan aktifitas keluarga yang di kontrol operasionalnya oleh fungsi seorang ibu.

Terbersit keheranan yang mendalam akan perjuangan kaum feminis; Gender Egality (kesetaraan gender). Apa yang perlu di setarakan? Status sosial? Fungsi dalam keluarga ? Kesetaraan hak? Kesetaraan kewajiban ?

Tampaknya orientasi materialistis duniawi lebih mendominasi kepentingan kaum feminis yang berkedok membela kaum perempuan. Paradigma bahwasannya keberadaan wanita di rumah adalah sebuah ketertinggalan dan bentuk penghilangan hak perempuan untuk berkiprah di luar rumah telah menjadi amunisi yang ampuh. Peranan ibu rumah tangga dianggap bagai katak dalam tempurung hanya berurusan dengan DAPUR, SUMUR & KASUR! Wanita dipaksakan untuk menyamai pria dalam berbagai hal, apabila tidak berperan selayak pria, dianggap lemah dan perlu diperjuangkan hak-haknya. Aneh!

Islam tidak melarang wanita dalam menuntut ilmu dan berperan diluar rumah, namun peranan wanita amatlah penting sebagai pilar rumah tangga, pilar negara! Terbentuknya rumah tangga yang sakinah, mawaddah & warrahmah, kemuliaan dunia guna pembentukan generasi penerus, manusia baru yang lebih baik (jasmani & rohani).

Perbedaan anatomi wanita dan pria dengan berbagai kelebihan dan kekurangan yang saling melengkapi ini demikian indahnya diatur dalam Islam. Perpaduan dan pembagian tugas antara istri dan suami, ayah dan ibu bagi keluarga dan hal ini dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad -Shalallahu Alaihi Wassalam-. Manusia mulia kekasih Allah.

Bisa dibayangkan kalau satu perusahaan semua jajaran managerial semuanya adalah manager keuangan…lalu siapa yg akan bertugas mengurusi produksi? Atau sebaliknya. Atau terdapat overlap pekerjaan yang membuat tidak fokusnya fungsi lain yg terindikasi over job. Tidak adanya pembagian fungsi yang menyeluruh dalam sebuah perusahaan maupun organisasi dapat membuat bangunan perusahaan dan organisasi tsb akan runtuh perlahan. Demikian juga pembagian peran yg ada dalam rumah tangga. Baik suami yang berjenis kelamin laki-laki dan istri yang berjenis kelamin perempuan mempunyai fungsi yang berbeda untuk saling melengkapi bangunan keutuhan rumah tangga.

Begitu indah dan idealnya pembagian fungsi antara suami dan istri tersebut di atur dalam Islam berdasarkan petunjuk Allah swt, tuhan pencipta manusia, yang tentu lebih mengerti akan seluk beluk makhluk ciptaanNya.

Saudariku para muslimah peniti karir…mari berfikir tentang orientasi hidup. Dunia kah yang hanya sebentar saja? atau Kekalnya Akhirat ? Allah swt memberikan banyak kelebihan bagi kaum wanita dengan segala kemudahan memasuki syurgaNya dan menggapai ridho’ illahi.

Saudariku…para muslimah pencari karir, selain perbedaan anatomi & fungsi dalam rumah tangga, sesungguhnya tidak ada perbedaan hak dan kewajiban antara mukmin laki2 & mukmin perempuan di mata Allah. Semuanya sama, setara dan mempunyai keutamaan masing2 sesuai fungsinya sebagai manusia.

Saudariku… muslimah peniti karir kerja di dunia, renungkanlah untuk kembali ke rumah…fokuslah untuk mendidik anak-anak menjadi generasi faqih dan qur’ani karena Allah swt telah menjanjikan syurga yang kekal, abadi dibanding semua yg semu di dunia ini. Ilmu dari pendidikan tinggi yang kau dapat selayaknya engkau berikan bagi anak-anakmu dengan penuh cinta setiap hari.

Saudariku…muslimah peniti karir, Al Ummu Madrosatul u’la…sebaik-baik madrasah/sekolah adalah Ibu.

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah,…Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 35)

Wallahu’alam bishowab…

Kisah Nyata dari Seorang Wanita Karir

Untuk seorang ibu yang sibuk bekerja dan bekerja....

Saya seorang ibu dengan 2 orang anak , mantan direktur sebuah Perusahaan
multinasional. Mungkin anda termasuk orang yang menganggap saya orang yang
berhasil dalam karir namun sungguh jika seandainya saya boleh memilih maka
saya akan berkata kalau lebih baik saya tidak seperti sekarang dan
menganggap apa yang saya raih sungguh sia-sia.

Semuanya berawal ketika putri saya satu-satunya yang berusia 19 tahun baru
saja meninggal karena overdosis narkotika.
Sungguh hidup saya hancur berantakan karenanya, suami saya saat ini masih
terbaring di rumah sakit karena terkena stroke dan mengalami kelumpuhan
karena memikirkan musibah ini.

Putera saya satu-satunya juga sempat mengalami depresi berat dan Sekarang
masih dalam perawatan intensif sebuah klinik kejiwaan, dia juga merasa
sangat terpukul dengan kepergian adiknya. Sungguh apa lagi yang bisa saya
harapkan.

Kepergian Maya dikarenakan dia begitu guncang dengan kepergian Bik Inah
pembantu kami..

Hingga dia terjerumus dalam pemakaian Narkoba.

Mungkin terdengar aneh kepergian seorang pembantu bisa membawa dampak
Begitu hebat pada putri kami.

Harus saya akui bahwa bik Inah sudah seperti keluarga bagi kami, dia telah
ikut bersama kami sejak 20 tahun yang lalu dan ketika Doni berumur 2
tahun.

Bahkan bagi Maya dan Doni, bik Inah sudah seperti ibu kandungnya sendiri.

Ini semua saya ketahui dari buku harian Maya yang saya baca setelah dia
meninggal..

Maya begitu cemas dengan sakitnya bik Inah, berlembar-lembar buku
hariannya berisi hal ini.

Dan ketika saya sakit (saya pernah sakit karena kelelahan dan diopname di
rumah sakit selama 3 minggu)

Maya hanya menulis singkat sebuah kalimat di buku hariannya "Hari ini Mama
sakit di Rumah sakit" , hanya itu saja.

Sungguh hal ini menjadikan saya semakin terpukul.

Tapi saya akui ini semua karena kesalahan saya.

Begitu sedikitnya waktu saya untuk Doni, Maya dan Suami saya.

Waktu saya habis di kantor, otak saya lebih banyak berpikir tentang
keadaan perusahaan dari pada keadaan mereka.

Berangkat jam 07:00 dan pulang di rumah 12 jam kemudian, bahkan mungkin
lebih.

Ketika sudah sampai rumah rasanya sudah begitu capai untuk memikirkan
urusan mereka.

Memang setiap hari libur kami gunakan untuk acara keluarga, namun
sepertinya itu hanya seremonial dan rutinitas saja, ketika hari Senin tiba
saya dan suami sudah seperti "robot" yang terprogram untuk urusan kantor.

Sebenarnya ibu saya sudah berkali-kali mengingatkan saya untuk berhenti
bekerja sejak Doni masuk SMA namun selalu saya tolak, saya anggap ibu
terlalu kuno cara berpikirnya.
Memang Ibu saya memutuskan berhenti bekerja dan memilih membesarkan kami 6
orang anaknya.

Padahal sebagai seorang sarjana ekonomi karir ibu waktu itu katanya sangat
baik.

Dan ayahpun ketika itu juga biasa-biasa saja dari segi karir dan
penghasilan.

Meski jujur saya pernah berpikir untuk memutuskan berhenti bekerja dan mau
mengurus Doni dan Maya, namun selalu saja perasaan bagaimana kebutuhan
hidup bisa terpenuhi kalau berhenti bekerja, dan lalu apa gunanya saya
sekolah tinggi-tinggi? .

Meski sebenarnya suami saya juga seorang yang cukup mapan dalam karirnya
dan penghasilan.

Dan biasanya setelah ada nasehat ibu saya menjadi lebih perhatian pada
Doni dan Maya namun tidak lebih dari dua minggu semuanya kembali seperti
asal urusan kantor dan karir fokus saya.

Dan kembali saya menganggap saya masih bisa membagi waktu untuk mereka,
toh teman yang lain di kantor juga bisa dan ungkapan "kualitas pertemuan
dengan anak lebih penting dari kuantitas" selalu menjadi patokan saya.

Sampai akhirnya semua terjadi dan diluar kendali saya dan berjalan begitu
cepat sebelum saya sempat tersadar.

Maya berubah dari anak yang begitu manis menjadi pemakai Narkoba.

Dan saya tidak mengetahuinya! !! Sebuah sindiran dan protes Maya saat ini
selalu terngiang di telinga.

Waktu itu bik Inah pernah memohon untuk berhenti bekerja dan memutuskan
kembali ke desa untuk membesarkan Bagas, putera satu-satunya, setelah dia
ditinggal mati suaminya .. Namun karena Maya dan Doni keberatan maka
akhirnya kami putuskan agar Bagas dibawa tinggal bersama kami.

Pengorbanan bik Inah buat Bagas ini sangat dibanggakan Maya.
Namun sindiran Maya tidak begitu saya perhatikan. Akhirnya semua terjadi ,
setelah tiba-tiba jatuh sakit kurang lebih dua minggu, bik Inah meninggal
dunia di Rumah Sakit.

Dari buku harian Maya saya juga baru tahu kenapa Doni malah pergi dari
rumah ketika bik Inah di Rumah Sakit.

Memang Doni pernah memohon pada ayahnya agar bik Inah dibawa ke Singapore
untuk berobat setelah dokter di sini mengatakan bahwa bik Inah sudah masuk
stadium 4 kankernya.

Dan usul Doni kami tolak hingga dia begitu marah pada kami. Dari sini saya
kini tahu betapa berartinya bik Inah buat mereka, sudah seperti ibu
kandungnya!
menggantikan tempat saya yang seolah hanya bertugas melahirkan mereka saja
ke dunia.
L@quinta is online now Reply With Quote

Kamis, 15 April 2010

Sepenggal Kisah Wanita Karir

Bismillahirahmaanirrahiim...

Seorang anak daerah Sumatera, yang tumbuh dengan didikan "barat", menyelesaikan study hukumnya di Universitas Leiden di Belanda. Allah menentukan dia kembali ke daerah asalnya untuk memimpin ibu kota tanah kelahirannya itu dalam statusnya yang masih bujang. Seiring umur yang bertambah, ibunda tercinta semakin memikirkan status sang anak yang masih membujang, hingga akhirnya sang anakpun diminta untuk mencoba bertemu dengan anak teman sang ibu.

Berbeda dengan si bujang, si gadis lahir dan besar dalam kehidupan yang sangat bersahaja. Didikan orangtuanya membuat si gadis menerapkan agama sebagai prinsip hidupnya. Alhamdulillah si gadis berhasil menamatkan pendidikan farmasinya di institut terkemuka di kota Bandung.

Singkat cerita, Allah menentukan mereka berjodoh, asam garam kehidupan berumahtangga mulai mereka jalani. Allah mengkaruniakan 4 orang anak kepada mereka. Setelah selesai masa tugasnya di Sumatera, sang bapak dipindah tugaskan ke Jakarta. Ia mengambil keputusan untuk mereka sekeluarga tinggal di Bogor, menemani mertua tercinta.

Perbedaan prinsip dan pola pikir sangat mempengaruhi karir pegawai negeri sang suami. Di zaman itu sangat sedikit "atasan" yang mampu dan mau mengakui kemampuan bawahan. Sedikit demi sedikit karirnya pun mulai ditahan. Namun sang suami tetap sabar dan tawakal menghadapi cobaan yang Allah berikan kepadanya.

Allhamdulillah, sang istri dengan bekal pendidikan yang dimilikinya, diizinkan Allah untuk membantu menjaga asap dapur mereka menyala. Perlahan tapi pasti, sang istri membina langkah yang semakin mantap di perusahaan tempat ia bekerja. Perusahaanpun mulai memberi kepercayaan kepada sang istri untuk mewakili perusahaan dalam tugas2 ke luar negeri, mulai dari benua Asia hingga benua Amerika.

Namun di setiap satu langkah majunya, tak pernah sedikitpun ia mengenyampingkan tugasnya sebagai istri. Ia berusaha terus menjalankan kewajibannya sebagai istri sekaligus ibu bagi anak2 mereka. Dalam setiap langkahnya, ia selalu meminta izin suaminya dalam pengambilan keputusan. Tanpa dinyana sang suami sangat mendukung karier istrinya, ia berpendapat, "Karirmu bukan ancaman bagiku, karena kamu expert di bidangmu dan saya expert di bidang saya. Saya akan selalu mendukungmu di pekerjaanmu". Dukungan sang suamipun bukan cuma ucapan belaka. Di setiap kegiatan kantor yang melibatkan keluarga, sang suami tidak pernah merasa malu untuk menunjukkan dirinya. Tidak sedikitpun ada rasa "minder" pada dirinya, bahkan ia sangat bangga dengan istrinya.

Penghasilan sang istripun yang jauh melebihi pendapatan sang suami, tidak sedikitpun membuat sang istri besar kepala. Tidak ada rasa sombong di hati sang istri. Kepercayaan sang suami dijaga amat oleh sang istri, ia pun meyakini, karena dukungan suaminya lah ia dapat terus exist di bidangnya. Sang suamipun tetap bekerja keras membanting tulang, memenuhi kewajibannya mencari nafkah sebagai kepala keluarga tanpa ada perasaan minder bahwa gajinya jauh lebih kecil dari gaji istrinya.

Sang Istri sangat bangga kepada suaminya sebagaimana sang suami sangat bangga kepada istrinya.

Semua terus berlanjut hingga Allah memberikan cobaan kepada mereka, sang suami harus beberapa kali dirawat di rumah sakit untuk waktu yang cukup lama. Saat itu merupakan saat yang berat bagi sang istri, dimana suami tercinta sakit dan memerlukan perhatian lebih, namun dilain pihak ia harus memikirkan pula biaya perawatan yang terus membengkak tanpa menjadikannya sebagai beban pikiran sang suami.

Saat itu karirnyapun dipertaruhkan. Ia tidak mungkin memohon keringanan kepada perusahaan terus menerus. Iapun mengambil keputusan, ia harus tetap menjaga suaminya tanpa mengorbankan perusahaan. Ia korbankan dirinya untuk memenuhi keduanya. Alhamdulilah perusahaan memberinya kendaraan namun ia harus menyetir sendiri. Dengan kemampuan menyetir yang secukupnya, pada saat itu umurnya sudah kepala 5, pagi ia berangkat kerja, dan sepulangnya kerja ia langsung ke rumah sakit menemani dan merawat sang suami. Ia memastikan setiap suaminya terjaga ia berada di samping suaminya hingga keesokan paginya. Demikian terus berlanjut tanpa ada kepastian kapan sang suami diperbolehkan pulang. Rumah sakit adalah rumah pertamanya. Jarak rumah sakit-kantor yang jauh menjadi makanan sehari-harinya.

Segala sesuatu hanyalah Allah yang Maha Pengatur. Allah telah Mengatur pertemuan dengan hambaNya. Pagi itu diantar oleh istri tercinta dan anak2nya, sang suami, sang bapak, kembali ke pangkuan Allah, meninggalkan sang istri tercinta dan anak2nya yang masih sekolah.... Innalillahi wa innailaihi raaji'un....

Sang istri harus meneruskan perjuangan suaminya membesarkan anak2 mereka. Alhamdulillah, dengan izin Allah, dan dukungan moral suaminya selama ini, mampu membuat ia bertahan, menghidupi anak2nya hingga mereka lulus pendidikan tinggi dan membangun rumah tangga. Tepat 10 tahun kepergian sang suami, sang istri pensiun dari kerjaannya. Jabatan pimpinan perusahaan tidak membuatnya tinggi hati. Hingga hari ini ia masih mengisi harinya dengan menjadi agen asuransi, keliling Jakarta Bogor naik kereta dan bus mencari client, mungkin andapun pernah menjadi prospek beliau?

Ya Allah, terima kasih Engkau telah memberikan orangtua yang sangat membanggakan kami, putera-puterinya....

Ya Allah, terima kasih Engkau telah memberikan orangtua yang daripada mereka kami dapat belajar banyak hal dalam menjalani hidup....

Ya Allah, terima kasih Engkau telah memberikan orangtua yang mengajarkan kami cara menghargai sesama manusia, pasangan kami, saudara2 kami....

Ya Allah, lapangkan kubur ayahku, terimalah amal ibadahnya dan ampunilah dosa dan kekhilafannya....

Ya Allah, ampunilah dosa dan kekhilafan ibundaku, bimbinglah langkahnya, agar beliau dapat menjalani Islam secara Kaffah, dan dapat menghadapMu dalam keadaan Khusnul Khatimah...

Ya Allah, izinkanlah kami anak beranak berkumpul di SurgaMu kelak, bertemu denganMu dan RasulMu, Muhammad SAW....

Ya Allah, ampunilah dosaku, suamiku, saudara2ku, kaum muslimin muslimat, Bimbinglah langkah kami di jalanMu yang Lurus....

Amiin... Amiiin Yaa Rabbul 'Alamiin...

Quatre Bornes, Sept 2006

PS : Semoga kisah ini bisa menjadi sedikit insiprasi kepada teman2 wanita karir dan suami yang beistrikan wanita karir.... Semua tindakan dan pikiran berpulang kepada niat....